Pada
akhirnya kau lah yang menemukanku, kau lah yang menyadarkanku bahwa tak
selamanya perjalanan sebuah pelangi itu indah. Kau lah sosok mentari itu,
penyingkap semua kelabu gelap relung di hati ini. Tak selamanya gelap selalu
bersemayam di hatiku, selalu itu katamu. Kau bilang tak ada yang sia sia selama
sebuah penantian, aku percaya itu. selalu percaya itu.
Minggu, 28 Februari 2016
Here We Are ( Cinta, Luka, dan Persahabatan )
“Kamu nggak akan menemukan apa apa
ketika melihat langit senja. Kecuali kenangan tentang masa lalu yang tiba tiba
datang tanpa permisi dan muncul ketika kamu berada disini melihat semburat
berwarna jingga itu..” Gadis itu menoleh, menemukan sosok Lelaki sang sumber
suara dan tersenyum ke arahnya. Dia tak pernah merindukannya lebih dari ini.
Lelaki yang ia rindukan sejak terakhir kali ia bertemu dan tak pernah
melihatnya lagi, hingga sekarang kembali melihat orang yang ia rindukan itu.
***
“Aku nggak mau nge buka pintu hatiku
buat sembarang orang, Dis. Aku terlalu menjadi pengecut dalam hal cinta. Karena
semenjak Papa pergi, Mama harus banting tulang sendirian. Sejak itu hidup Aku,
Keluarga kecil kami berubah. Jadi, keadaan membuatku menjadi pemilih. Dan kamu,
salah satu yang Aku pilih menjadi sahabatku. Tolong jangan tinggalin aku sama
seperti Papa ya? Janji?” Adis mengerang pelan mengingat percakapannya dengan
Niluh, gadis yang selama ini mengisi hari harinya, hatinya. Gadis yang paling
dekat dengannya, sahabatnya, sekaligus menjadi orang yang paling jauh untuk
dapat ia miliki cintanya.
Bagi Adis, menjadi sahabat Niluh adalah
hal ter-indah sekaligus penjara bagi hatinya sendiri. Dimata teman sekelasnya,
Adis adalah cowok beruntung yang bisa dekat bahkan bersahabat dengan Niluh.
Karena Niluh Cantik, Niluh Ramah, Niluh Primadona SMU tempat mereka bersekolah
namun karena sifat Niluh yang sangat tertutuplah yang membuat gadis itu hampir
tidak memiliki teman kecuali beberapa teman wanitanya dan tentu saja Adis.
Namun, Niluh seperti membangun tembok pembatas dengannya karena ikrar ‘Sahabat’
yang sialnya Adis harus terjebak disana.
“Adis? Ngelamun?” sapa Wida, salah satu
sahabat Niluh. Jam istirahat baru berakhir 15 menit lagi, dan Adis memutuskan
untuk mengahabiskannya dengan menyendiri di salah satu bangku yang ada di
pojokan kantin.
“Wida. Niluh dimana?” Adis menoleh
mendapati Wida yang langsung duduk di depannya.
“Di kelas sama Adam..” jawab Wida
singkat.
“Adam?”
“Iya, Adam. Kamu kan tau kalau Adam
naksir Niluh..” jawab Wida santai sambil menyeruput minumannya. ‘Kamu kan juga
tau kalau Aku naksir Niluh, kenapa masih di perjelas tentang hubungan Niluh dan Adam’ jerit hati Adis yang
sebenarnya sangat ingin ia teriakkan pada Wida.
“Kamu suka kan sama Niluh?” Wida
bertanya seolah bisa membaca isi hati Adis.
“Aku Cuma khawatir Niluh deket sama
Adam. Aku sahabatnya Adam, Aku juga sahabatnya Niluh. Adam punya begitu banyak
cewek, sedangkan Niluh Cuma gadis lugu yang Aku-pun takut melukai hatinya. Aku
nggak bisa lihat Adam dan Niluh berdua terus terusan. Aku takut.” Adis
meluapkan apa yang ada dalam hatinya.
“Kenapa Kamu nggak bilang langsung ke
Niluh kalau Kamu suka sama dia, dan perasaan Kamu ke dia nggak seperti sahabat
seperti yang dia kira?”
“Itu nggak mungkin..” kata Adis sambil
berdiri ingin meninggalkan bangkunya.
“Kamu pengecut, kamu biarin Niluh jatuh
ke orang yang salah. Sedangkan Kamu bisa memiliki hati Niluh, terlepas dari
semua fikiran fikiran Kamu itu. Kamu biarin semua berjalan dengan kesalahan
sementara kamu sendiri memilih menjadi penonton pasif.” Wida langsung beranjak
pergi meninggalkan Adis yang terlebih dulu berdiri. Bel masuk berdering tepat
tiga kali, dan kata kata Wida semakin membuatnya kalut.
***
“Aku pengen Kamu jadi pacar Aku Niluh..”
cowok di depannya ini, cowok yang ia mimpikan
selama ini. Namun, semakin lama Niluh ragu akan perasaannya sendiri.
‘apa benar, Adam yang tepat untukku dan memang Aku inginkan?’
“Kamu nggak perlu jawab sekarang,
mungkin kamu masih ragu sama apa yang Aku ucapin barusan. Aku nggak mau ada
yang terpaksa.” Tambah Adam. Namun akhir akhir ini apa yang Niluh rasakan
berbeda, bukan lagi bayangan Adam. Tapi Adis, ya Adis sahabatnya yang saat ini
benar benar Inginkan, hanya sahabatnya Wida yang tau kalau yang Niluh inginkan
sebenarnya adalah Adis bukan Adam. Status mereka yang hanya sebatas sahabat
membuat Niluh ragu untuk mengatakan yang ia rasakan sebenarnya pada Adis,
Tapi..
“Aku mau, Aku mau jadi pacar Kamu. Dan
dari sekian banyak perkataan orang yang membuat Kamu negatif di mataku, Aku
yakin kamu bisa berubah.” Nggak salah kan menerima cinta Adam.
***
“Aku sama Adam, kita pacaran Dis..” kata
Niluh. Dibawah naungan mentari senja ini, Niluh dan Adis terbiasa membagi
cerita. Dan kali ini, matahari senja nggak lagi membawa cerita bahagia untuk
Adis.
“Selamat ya..” dua kata yang Adis
ucapkan, suaranya bergetar. Entah apa yang seharusnya ia rasakan, bahagia
karena dua sahabatnya bisa bersatu. Atau ia mendengarkan hatinya sendiri yang
sedari tadi berkata kalau semuanya ini seharusnya nggak terjadi kalau ia bisa
jujur pada dirinya sendiri.
“Jadi, besok waktu pesta dansa kelulusan
kita. Aku nggak perlu lagi dansa sama sahabatku. Kan aku udah punya pacar..”
goda Niluh sambil memainkan ilalang di tangannya. Adis menatap gadis itu, dan
meraih tangannya.
“Semoga kamu bahagia ya sama dia..” ucap
Adam. Kedua matanya seakan tepat menghujam ke dalam hati Niluh. Demi tuhan,
bukan kata kata itu yang Niluh inginkan. Niluh melepaskan genggaman tangan Adis.
“Ya, tentu saja.” Niluh memalingkan
wajahnya dari Adis, matahari senja telah memudarkan harapan Niluh.
“Adis..” Niluh memanggil nama
sahabatnya, ia terkejut mendengar suaranya sendiri.
“Ya?”
“Jatuh cinta sama orang yang nggak
perduli tentang cinta itu rasanya seperti bertepuk tangan di ruangan yang
ber-gema. Semua rasa yang kita miliki akan berbalik, beserta rasa sakitnya.”
Itu yang ingin Niluh sampaikan pada Adis, mata Adis menatap Niluh kebingungan.
Niluh nggak berharap Adis segera mengerti maksud perkataan-nya tadi, setidaknya
ia telah bicara walau tak seperti apa yang ia inginkan.
***
Pesta Dansa Kelulusan SMU..
“Niluh mana?” tanya seorang cowok tambun
biang gosip di SMU nya, Boby. Niluh yang mendengar namanya disebut langsung
menoleh.
“Ada apa?” tanya-nya lirih. Wajah Boby
ber api api, seakan menahan amarah.
“Cowok Lu, mesra mesraan sama sahabat Lu
sendiri si Wida! Gue lihat mereka tadi hampir ciuman di parkiran.” Niluh tak
sanggup berkata apa apa, ia langsung berlari menuju parkiran. Benar.
“Wida..!” teriak Niluh memanggil nama
sahabatnya yang menusuknya dari belakang. Seumur hidup ini suara teriakan Niluh
yang pertama, dan ia tak pernah merasa se marah ini pada seseorang. Sebelum
Niluh mendekati Adam dan Wida, Adis terlebih dahulu menghampiri Adam dan
menyeretnya ke lapangan basket. Adis meraih kerah kemeja Adam.
“Gue selalu pengin lihat dia bahagia,
tapi gue nggak pernah punya kesempatan buat ngebuka pintu hatinya. Kenapa
sekali saja pintu itu terbuka, harus elo yang merusaknya!!” kata Adis sambil melayangkan
kepalan tangannya yang tepat mengenai pipi Adam. Niluh menatap mereka dengan
pandangan kosong. Lalu berlari pergi. Adis meraih tangan Niluh.
“Aku sayang sama kamu..”
“Telat Dis! Aku benci sama kamu! Kamu
sama aja kayak Wida, kayak Adam. Dari dulu harusnya kamu tau kalau Aku sayang
kamu lebih dari seorang sahabat! Tapi kamu terlalu takut buat nyadarinya. Kamu
yang membuatku memilih Adam. Aku benci kamu!”
***
Waktu terasa berhenti ketika dua pasang mata itu
bertemu..
“Udah berapa lama kita nggak bertemu?
Sampai rasa benci-ku sendiri pun telah memudar..” senyum Niluh mengembang
melihat sosok Adis.
“Kali ini Aku mau Matahari senja membuat
cerita baru untuk hubungan Kita.”
“Ya, mungkin kita perlu jarak untuk
memperbaiki semua ini..”
“Kamu sahabatku..” kata Niluh tersenyum.
“Yang paling istimewa..”
Adis merengkuh Niluh dalam pelukannya,
tak ingin mengulangi kesalahannya lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)