Ini
bukan kisah tentang cinta yang datang terlambat, tetapi tentang sebuah kesabaran
untuk menunggu cinta itu..
Lia..
“Belom tidur Dek?” tanya bang Dian sambil mengucek matanya.
“Belom bang, bentar lagi nih
nanggung. Tugasnya kalo nggak selesai, besok
bisa gawat..” celetuk Lia sambil terus terusan menatap layar laptop jari jari mungilnya menari nari diatas tuts
keyboard. Padahal Lia sendiri udah capek banget nugas dari jam 8 malem sampe
hampir jam setengah 2 pagi belom kelar.
“Udah Dek, tidur gih. Ini udah
larut banget loh, besok Abang bangunin deh jam 4 subuh.” bujuk bang Dian sambil memperhatikan layar
monitor laptop Lia.
“Iya bang, bentar lagi juga udah selesai
kok. Abang tidur aja sana, katanya besok ada kuliah pagi..” Lia merengek seolah
olah ia meminta agar Abang kesayangannya ini secepatnya enyah dari kamarnya.
“Eh tunggu deh, itu kok ada nama
Dani segala? Kamu ngerjain tugas punya Dani Dek?” bang Dian mulai curiga. Lia segera menutup laptopnya.
“Apaan sih, enggak bang!! Jadi Dani kan.. Dani kan satu kelompok sama
Lia, ya Lia tulis dong namanya. Ahahaaha iya jadi gitu bang...” Lia memutar otaknya mencari alasan.
“Alesan, sini Abang liat..”
“Eittss, No..No..No..!!” Lia
menutupi Laptopnya, Abangnya semakin mendekat..
“Suka ya sama Dani?” Lia terdiam, sepasang matanya menatap ke arah
lain. Lalu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Ehmm, yaudah nggak apa apa sih
kalo nggak mau ngaku...” Tiba tiba Bang Dian mendekatkan wajahnya ke telinga
Lia “Tapi kemaren Abang udah baca buku diary Kamu..” Kata Bang Dian sambil tersenyum aneh.
“Ih Abang ih..” Kata Lia sambil
cemberut. Bang Dian meninggalkan Lia
dikamar sendirian sambil cengengesan nggak jelas ala ala dia, Lia melamun
sebentar lalu segera merapikan meja belajarnya. Jam dinding udah nunjukin pukul
1 pagi lebih 45 menit “Tidur ahh..” kata Lia sebelum akhirnya ia menjatuhkan
tubuhnya ke kasur.
Lia hanya hidup berdua dengan Abangnya di kota ini
sejak setahun lalu. Setahun lalu Ayah mereka meninggal dunia, dan Bunda mereka pindah
ke Semarang dan membuka usaha disana. Dan akhirnya tinggal mereka disini
sendirian. Sebenarnya Bunda Lia sudah beberapa kali mengajak Lia buat pindah ke
Semarang, tapi Lia selalu menolaknya. Entah kenapa, tapi sedikit banyak Dani
cukup ambil bagian dalam hal ini. Yah, karena sebenernya Lia memang suka sama
Dani. Sayangnya mereka hanya sebatas Sahabat. Dan Lia nggak punya sedikit
keberanian untuk ngomong apa yang sebenarnya ia rasakan ke Dani. Hanya
perhatian perhatian kecil yang mampu Lia berikan, dan Lia berharap suatu saat
cinta Dani akan berpaling padanya. Suatu saat.
***
Dani...
Sinar mentari merangkak mencari
celah lalu perlahan lahan masuk ke kamar Dani. Cowok kelas 2 SMA ini masih
meringkuk dengan nyamannya di tempat tidur. Dani mulai menggeliatkan tubuhnya,
matanya mengrejap ngrejap mulai terbuka. Hari baru, semangat baru buatnya. Dani
bukan cowok yang pasif, dia selalu ceria apapun keadaannya. Tapi mungkin sifat
kurang peka nya yang udah level keterlaluan, membuat orang orang disekitarnya
sedikit uring uringan.
Dani mulai bangkit, lalu menuju ke
kamar mandi untuk mencuci muka dan mandi. Dia harus segera berangkat ke sekolah
secepatnya. Tak perlu waktu lama bagi Dani untuk sekedar mandi dan berdandan.
Karena bagi Dani, sederhana aja udah keren. Kenyataannya emang keren sih.
“ Kamu nggak sarapan dulu sayang?”
Tanya Mama Dani saat ia melangkahkan kaki melewati meja makan. Disana udah ada Papa
dan kedua Adiknya menikmati sarapan. Dani tersenyum lalu mendekati Mamanya.
“ Ntar aja Ma di sekolah, lagian
Dani ada tugas banyaaaak banget nih jadi harus buru buru..” kata Dani sambil
mencium tangan Mamanya kemudian dilanjut Ke Papanya dan mengusap rambut kedua
Adiknya.
“Ya udah, Dani berangkat dulu ya.
Assalamu’alaikum..” Kata Dani sambil
berlari menuju garasi untuk mengambil motornya. Papa nya hanya bisa menggeleng
nggelengkan kepala, anak remajanya itu semakin lama semakin besar, semaunya
sendiri dan agak susah di atur. Anak jaman sekarang, fikirnya.
Dani mengeluarkan motornya dengan
sedikit buru buru, Dani tau hari ini tugasnya lagi numpuk banget. Apalagi
ditambah ulangan perbaikan karena nilai nilai Dani yang agak sedikit merosot
karena terlalu sibuk dengan ekstra Pecinta Alam nya. Akhirnya Dani sampai di
sekolah, udah agak ramai sih. Setidaknya dia nggak telat hari ini. Dia memarkir
motornya lalu berlari menuju kelasnya yang letaknya cukup jauh dari parkiran.
Dani sedikit ngos ngosan ketika sampai di kelasnya. Dia langsung menuju bangkunya.
“ Pagi Lia..” Katanya sambil
mencoba menenangkan diri, dan mengambil nafas.
“ Kamu kenapa?” Tanya Lia dengan
sedikit cemas.
“ Nggak apa apa Li, lagi panik aja
tugasku kan belom selesai semua. Ini PR yang di suruh buat laporan itu juga
belom aku selesai in. Mati dehhhhh...” kata Dani sambil mengusap keringat di
jidat nya. Dani dan Lia memang se bangku dari kelas 10 dan mereka akrab banget.
Dani nyaman sebangku sama Lia, karena Lia cantik, Karena Lia nggak bawel kayak
temen temennya lainnya, karena Lia pintar, dan karena Lia nggak pernah komplain
kalo Dani tiap kali dateng mesti ngos ngosan dan bau keringat kayak gini. Meski
Dani agak nggak enak juga sama Lia, tapi Lia tetep tersenyum dengan manisnya.
Dani suka Lia karena ramah, tapi mungkin Dani nggak tau bagaimana perasaan Lia
kepadanya.
***
Harapan kecil Lia..
“Ini..” kata Lia sambil
menyodorkan setumpuk kertas ber jilid kepada Dani. Lia berharap Dani mau
menerima hasil usahanya semalaman. Semalam suntuk ia mengerjakannya, dengan
sedikit memukul mukul printer nya yang telah uzur dan sedikit memaksa saat
menjilid sendiri tumpukan kertas itu.
“Ini...Ini bukannya tugas artikel
itu ya? Yang nanti di kumpulin itu kan? Kok di kasih ke aku?” tanya Dani
bingung.
“Iya jadi aku tau kamu nggak bakal
ngumpulin tugas tepat waktu, jadi aku bantu in. Kebetulan semalem aku nggak
sibuk jadi bisa nulis banyak” Kata Lia sambil tersenyum di akhir kalimatnya.
Dani menatap wajah Lia sesaat, sampai akhirnya Lia memalingkan wajahnya karena
takut pipi merahnya terlihat oleh Dani.
“ Aku nggak tau mesti bilang apa
ke kamu Li, yang jelas kamu baik banget. Kamu selalu ada saat aku lagi butuh,
makasih Li. Best friend..” Kata Dani sambil mengacungkan jari kelingkingnya,
tanda sebuah perjanjian. Lia tersenyum, tersenyum kecut. Pada akhirnya
pengorbanannya semalam di ikat dalam sebuah Best Friend. “Nggak apa apa lah,
daripada enggak sama sekali” batin hati Lia.
Akhirnya Lia mengikat janji itu,
mereka tersenyum. Lia berharap Dani menyadari sesuatu tentang perasaannya. Lia
tetap tersenyum selagi masih ada Dani disisinya. Meskipun Dani nggak cukup tau
banyak tentang kenyataan sebenarnya bahwa Lia jatuh cinta padanya. Lia senang
melihat Dani tersenyum senyum saat membalik halaman demi halaman kertas yang di
ketik Lia semalaman.
“Oh iya Li, lusa kan Amanda ulang
tahun. Kamu mau nggak?” tanya Dani dengan nada pelan dan tatapan penuh harap
pada Lia.
“Mau apa?” Lia bertanya, dia
bingung. Pertanyaan Dani aneh.
“Aku belom punya pasangan, katanya
ada pesta dansa juga. Jadi mau kan kamu ikut?” hati Lia bergetar, pasangan
dansa untuk Dani? Siapa coba cewek yang
nolak kalo diajak ke pesta dansa sama cowok idamannya.
“Tapi Amanda kan temen satu SMP
kamu dulu, aku nggak di undang Dan. Lagipula aku juga nggak terlalu kenal sama
dia. Malu tau..” kata Lia sambil memalingkan wajahnya, jual mahal. Tapi yang
dikatakan Lia tadi emang bener. Lia nggak di undang. Amanda itu cewek high
class di sekolah ini, dia cantik, dia tajir, dia pintar, dan suka pilih pilih
temen. Semua temennya rata rata orang kaya, tajir dan cakep cakep, salah
satunya Dani. Dan Lia bahkan mungkin nggak terlihat olehnya karena keluarga Lia
memang hanya keluarga sederhana, Lia bahkan hanya mampu membeli parfum yang
menurut mereka paling murah.
“Kan Amanda ngundang aku, hak aku
dong mau ngajak siapa. Mau ya?” Lia menatap Dani. Sungguh Lia ingin bilang Iya,
tapi......
“Ya ampun Lia, makasih ya.” Kata
Dani sambil memegang erat telapak tangan Lia. Lia meng-iya kan permintaan Dani,
meski ada keraguan di hatinya.
“Terus aku mesti pake gaun gitu?”
Tanya Lia, minder.
“Iya dong. Namanya juga pesta
dansa Li, kamu itu cantik. Pakai pakaian apapun juga nggak bakal ngerubah wajah
kamu ini..” kata Dani, hati Lia berbunga bunga.
Bel berbunyi dan Lia semangat
menyambut pelajaran hari ini. Semangat!
***
Apa aku salah?
Dani menggoyang goyangkan telapak
kakinya di dalam Air danau yang dingin. Sepasang matanya terpejam, sebenarnya
dia bingung. Sangat bingung. Sepasang kaki itu semakin keras berkecimpuk di
dalam air. Dani masih duduk di tepian danau, sambil sesekali menghembuskan
nafas panjang nya.
Besok ulang tahun Amanda, teman
satu SMP nya yang sekarang juga satu SMA dengannya. Nggak ada yang tau kalau
sebenarnya Dani adalah mantan pacar Amanda semasa SMP dulu. Bagi Dani, Amanda
lah cinta pertamanya. Mantan terindah nya. Dani susah move on, pernah dia
berganti ganti pacar dan semua itu Cuma pelampiasan.
Sebenarnya Dani bisa saja ngajak
Rania atau Lala sepupunya untuk menemaninya pergi ke pesta dansa itu. Tapi
dengan begitu Amanda akan dengan mudah menganggap Dani belum bisa melupakannya
dan semakin membuat Dani sakit hati tentunya. Akhirnya Dani memilih Lia, dia
tau ada sesuatu yang berbeda dengan Lia. Saat Dani membutuhkan, Lia selalu ada
untuk membantunya. Hanya Lia yang tetap setia bersamanya, itu wajar bagi status
sahabat. Tapi Dani akhirnya tau kalau apa yang dilakukan Lia selama ini bukan
hanya karena persahabatan. Dani tetap nggak yakin kalau ia memilih Lia karena
rasa kasihan atau semacam acara balas budi, dan Dani merasa bersalah karenanya.
Karena itu dia ada disini, dengan kebingungan di benaknya. Dani selalu berfikir
kalau ia sedang menjadikan Lia sebagai pelampiasan, gadis itu terlalu baik
untuk ia lukai. Cepat atau lambat, Dani nggak akan sanggup melihat kekecewaan
pada wajah Lia. Ah betapa buruknya Dani.
***
Lia dan pesta dansa
nanti malam..
Lia mengobrak abrik isi lemari
pakaian nya, mencari cari gaun yang cocok untuk dikenakannya pada pesta dansa
Amanda nanti malam. Kenyataannya Lia memang nggak punya banyak gaun yang cantik
dan mahal. Hanya satu dua yang menurutnya lumayan, tapi gaun itu pun sudah
lusuh dan baunya pun apak karena entah ia timbun berapa abad gaun itu di dalam
lemari kayu nya.
Mata Lia tertambat pada sebuah
gaun berwarna soft pink yang sangat cantik menurutnya. Lia ingat, ini kado
ulang tahun dari almarhum Ayah tahun lalu. Lia menempelkan gaun itu di badannya
yang kurus dan tinggi itu. Lia tersenyum, ia membayangkan berdansa dengan Dani.
Khayalan yang sempurna.
Lia berdandan cukup lama sebelum
ia akhirnya menyeret Abangnya buat nganterin Lia ke pesta dansa pertamanya. Abangnya
agak cemberut saat diseret, tapi Lia tetap semangat untuk merayu Abangnya ini
menghantarkannya. Mata bulat Lia berbinar binar saat Abangnya menganggukan
kepala dan tersenyum kecut padanya.
“Itu blush On lu ketebelan deh..”
protes Abangnya saat menyetir mobil uzur warisan eyang.
“Masak sih Bang? Enggak deh. Ini
udah cantik tau...” Lia cemberut sambil memegang pipi chubby nya. Abangnya
hanya geleng geleng kepala sambil tersenyum ringan.
“Ntar, pulang pesta Abang mau
ngomong..”
***
Amanda dan kenangan
milik Dani..
Dani memainkan kunci motornya di
teras rumah Amanda. Ia duduk sendiri di bangku panjang. Kepalanya sebentar
sebentar menoleh ke ujung jalan. Ia sedikit gugup menyambut Lia, pesta dansa
sebentar lagi dimulai. Dani sudah hampir setengah jam menunggu Lia, jambulnya
bergerak gerak tersapu angin malam. Kemeja putih yang ia kenakan tampak serasi
dengan warna kulitnya yang cerah itu. Memang tak ada yang menyangkal kalau Dani
benar benar tampan hari ini. Bahkan semua tamu undangan yang melewatinya pasti
menoleh ke arahnya.
Lia sudah berkali kali di Sms,
tapi tak ada satupun yang dibalas. Ah mungkin dia sedang perjalanan kesini,
batin hati Dani. Seorang gadis rupawan dengan gaun panjang nan anggun berjalan
kearahnya, langkahnya diatur. Kaki jenjang dengan sepatu high heels itu
mendekati Dani. Ia menepuk pundak Dani, dia lah Amanda.
“Masuk yuk, udah ditunggu yang
lain tuh di dalem..” kata Amanda sambil tersenyum kepada Dani, dia tetap
seperti Amanda yang dulu Dani kenal. Amanda yang cantik, Amanda yang sempurna.
“Tapi gue nunggu pasangan dansa
gue..” kata Dani gugup.
“Pacar ya?” kata Amanda, nada
suaranya seperti sedikit kecewa. Dani ngerasa nggak enak kalau melihat Amanda
sedih. Bagaimanapun juga Amanda pernah menjadi orang yang paling ia cintai. Dan
mungkin sampai saat ini.
“Bukan, dia cuman pasangan dansa
gue aja. Dia..dia sahabat gue..” Dani berat mengatakannya. Sebenarnya dia ingin
dekat dengan Lia juga karena ingin melupakan Amanda, tapi sekarang di depannya
ada Amanda yang mengajaknya masuk.
“Kalo gitu kita tunggu dia di
dalem aja. Disini sepi, dingin juga. Di dalem, ya?” rayu Amanda dengan senyuman yang selalu
mampu meluluhkan hati Dani.
Dani dan Amanda memasuki halaman
belakang rumah mewah nan megah itu. Kali ini suasananya beda dengan suasana
suasana pesta ulang tahun pada umumnya. Ulang tahun Amanda ke 17 tahun memang
di konsep sedemikian rupa seperti permintaan si tuan puteri. Dani mengaggumi
setiap detail pesta ini. Dan Dani sepertinya lupa satu hal saat ia baru
menyadari kalau Dress code nya warna putih bersih. Lia nggak tau hal ini,
sementara Dani nggak sengaja tadi makai baju warna putih karena dia pikir itu
baju yang cocok untuk pesta ini. Dia nggak kepikiran untuk membaca undangan itu
dengan detail.
***
Tangis Lia...
Lia gugup saat akan keluar dari
mobil. Dia nggak percaya diri akan memasuki rumah semegah ini. Bertemu dengan
orang orang sebaya nya dari kalangan atas, dan tentunya berdansa dengan Dani.
“ Mau dijemput jam berapa?”
Abangnya memecahkan suasana.
“Pake dijemput segala?” tanya Lia
kaget. Nggak biasanya Abangnya seperti ini.
“Iya lah, ini kan pertama kalinya
Kamu keluar malem sendiri Dek.”
“Abang, Lia udah gede tau. Masak
mesti kayak Cinderella sih?” protes Lia.
“Pokoknya ntar kalo udah selesai,
Nelfon atau SMS Abang. Byeee!!” kata Abang Lia sambil ngeloyor ninggalin Lia di
pinggir jalan.
Lia berjalan memasuki rumah itu,
ia langsung menuju ke halaman belakang. Lia yakin Dani pasti sudah menunggunya
dengan panik di dalam. Lia tersenyum senyum sendiri saat membayangkan betapa
paniknya Dani menunggunya. Sepertinya Acara tiup lilin sudah dimulai, Lia
sedikit terlambat kali ini.
Lia berjalan melewati gerombolan Undangan
berbaju putih, Gaun gaun mereka berwarna putih. Semuanya putih termasuk
dekorasi pesta. Lia terus berjalan sampai ia berada hampir di pusat kerumunan
undangan yang hadir. Sesekali Ia menangkap suara “Ih siapa sih Dia, norak
banget dandanannya..” dan satunya lagi bilang “iya, kampungan banget gayanya.
Udah berasa sok cakep apa pake gaun warna beda gitu. Kan dress code nya warna putih.” Lia
sadar kalo Dress code nya warna putih, Lia sangat malu. Tapi dia belum
menemukan Dani sampai pesta dansa dimulai.
Itu Dani, dia dansa sama Amanda.
Hati Lia hancur, entah berapa kali ia harus menahan malunya demi Dani. Tapi apa
balasannya? Dani memilih dansa dengan Amanda! “Gue harusnya sadar gue ini
siapa!!” teriak hati Lia. Lia berlari keluar dari pesta megah itu. Demi tuhan,
Dani keterlaluan.
“Lia..!” teriak seseorang, yang
Lia kenal itu suara Dani.
Lia tetap berjalan keluar,
akhirnya ia sangat kecewa saat ia tau Dani sama sekali nggak ngejar dia. Tangan
Lia merogoh kedalam tas tangannya, ia mencari Handphonenya. Lia baru ingat ternyata
Handphone nya ketinggalan di rumah. Terpaksa ia jalan kaki sampai rumah, di
perumahan elit seperti ini tentu nggak akan ada angkot yang numpang lewat.
Dandanannya berantakan. Rambutnya
acak acakan, make up nya luntur disana sini karena air mata Lia terus mengalir.
Nggak bisa dijelasin lagi betapa capek batin dan fisik Lia. Dia pulang jalan
kaki dari rumah Amanda sampai rumahnya berjarak hampir 2 km.
“Kamu kenapa?!” tanya Bang Dian
kaget sekaligus panik ngelihat adek satu satunya ini pulang ke rumah dengan
keadaan compang camping gak jelas kayak gini. Akhirnya Lia ngejelasin semuanya.
“Besok kamu harus berangkat ke
Semarang. Bunda pengen kamu pindah besok, kemaren Abang udah ngurusin surat
pindah sekolah kamu. Mulai besok kamu nggak akan ketemu Dani lagi. Lia, dari
awal Abang emang nggak suka sama Dani. Dia itu bukan cowok yang bertanggung
jawab seperti yang ada di khayalan kamu. Liat kamu sekarang! Anak cewek, malem
malem pake gaun jalan kaki 2 kilo meter dan si Dani nggak berbuat apa apa. Nggak
punya pikiran apa gimana sih tu anak.” Kata Bang Dian kesal, raut mukanya kaku.
Belum pernah Lia ngeliat Abangnya se marah ini. Kalau bisa diterjemahin, bahasa
tubuh Bang Dian serasa kayak mau nonjok muka Dani.
“Tapi Bang..” kata Lia sambil
terus melelehkan air mata.
“Udah kamu nggak usah nangis.
Abang tau kamu sedih, tapi ini yang terbaik. Kalau kamu tetap disini yang ada
kamu malah jadi pelampiasan Dani terus. Abang jadi curiga kalau perasaan kamu
itu dimanfaatin sama Dani” Kata Bang Dian dengan kedua alisnya terangkat.
“Dia nggak gitu Bang..!!” Bantah Lia.
“Abang nggak mau nerima alesan
apapun..! Pokoknya besok pagi pagi setelah sholat subuh kita berangkat ke
terminal.” Kata Bang Dian terakhir kali, sebelum ia berjalan masuk menuju ke
kamarnya dan meninggalkan Lia sendirian di ruang tamu. Itu artinya Bang Dian
udah fix sama keputusannya.
“Bang....!” panggil Lia, tapi
Abangnya tetap tak mau menoleh ke arahnya dan membanting pintu kamarnya keras
keras.
Lia sedih, sangat sedih malam ini.
Antara kecewa dan semuanya beradu jadi satu. Padahal dia fikir semuanya akan
berakhir indah malam ini. Tapi kenyataannya malah gini, Lia masuk kamar dan
membersihkan badannya. Lalu ia mengambil secarik kertas dan menulis keluh
hatinya ke Dani.
Lia harap, mulai besok Dani udah
enyah dari fikirannya. “Selamat tinggal Dani” Kata Lia pada heningnya malam
ini. Ia mulai menutup matanya dan berharap mimpi menghanyutkan semua kenangan
buruk tentang ia dan Dani.
***
Tentang penyesalan dan Yang
tertinggal...
“Nyari siapa?” Tanya Bang Dani.
Dari nadanya sepertinya ia sangat kesal. Mengingat perlakuan Dani yang nggak
perduli kepada adik perempuan satu satunya semalam sangat membuat hati Kakak
Lia itu panas. Orang waras mana yang tega ngebiarin anak perawan jalan 2 kilo
meter malem malem? Kecuali Dani.
“Nyari Lia bang, semalem gue belom
jelasin apa apa sama dia..” kata Dani, kepalanya tertunduk. Gurat penyesalan tampak di tiap
sudut wajahnya.
“Lia nggak ada..” kata Abang Lia
kesal, lalu ia membanting pintu ruang tamu dan semakin membuat Dani merasa
sangat bersalah. Dani mengetuk pintu rumah itu lagi. Bang Dian membuka
pintunya.
“Dari pertama gue ngeliat Lu, gue
sama sekali nggak yakin kalo Lu cowok yang bisa bertanggung jawab! Gue nggak
bisa lihat adek perempuan gue satu satunya, adek yang gue sayang, adek yang gue
jaga kayak gue ngejaga nyawa gue sendiri lu sia siain. 2 kilo meter semalem Lia
jalan kaki pulan dari pesta nggak penting lu itu, gue tanya ke elu cowok mana
yang tega ngebiarin anak gadis jalan kaki 2 kilo meter malem malem hah? .Lia
pindah ke semarang. Mulai besok dia nggak akan lagi ketemu sama Lu!” kata Bang
Dian sambil meletakkan sebuah surat di depan kaki Dani lalu ia menutup pintunya
lagi. Dani terdiam sesaat, seluruh sendi dalam tubuhnya terasa kaku. Betapa
kejamnya dia.
Dani mengambil surat itu dengan hati
yang remuk. Ada sesuatu yang membuat hatinya sesak dan menyesal. Tentang Lia,
tentang ketulusannya, tentang apa yang ia berikan selama ini dan tentang betapa
buruk balasan yang diberikan Dani kepadanya.
“ Dear Dani..
Pasti saat kamu baca surat ini kita
udah jauh, Dan. Aku mutusin buat nggak menolak permintaan Bunda kali ini dan ikut
Bunda ku pindah ke Semarang. Jujur Aku nggak betah lagi tinggal disini, terus
terusan sendiri dan jadi yang tersisih terus menahan rasa yang tak pernah bisa
terucap. Kali ini Aku pengen ngunkapin semuanya Dan. Aku tau kita sahabatan
udah lama, tapi Aku sadar rasa yang Aku miliki bukan hanya sekedar itu.
Dari pertama kita bertemu, jujur Aku
suka sama kamu. Tapi biar saja Aku yang simpan rasa ini dalam diam. Kamu tau
Dan? Gimana sakitnya Aku tiap kali kamu cerita tententang seorang mantan kamu
yang sampai saat ini kamu belum bisa lupain, meskipun Aku nggak tau siapa dia
tapi akupun ngerasa sakit Dan. Kenyataannya semalam Aku baru tau, kalau dialah
Amanda. Kamu nggak salah kok Dan, ini semua karena Aku yang nggak bisa ngejaga
perasaanku sendiri. Sampai akhirnya Aku tersakiti dengan harapan harapan kecil
itu.
Cewek itu juga manusia biasa, Dan. Dia
bisa nahan sakit, tapi jangan sakiti dia. Dia bisa berjuang, tapi hargai
perjuangannya. Adakalanya dia lelah dengan semuanya. Dan saat itu terjadi, kamu
pasti menyesal kehilangan Dia. Dan dia adalah Aku, Biar jarak yang menghapus
rasaku Dan. Semoga kamu bahagia disana, maaf aku belum bisa jadi Sahabat yang
terbaik buat kamu Dani.
Lia ”
Dani sebenarnya ingin bilang ke
Lia, kalau dia emang udah beneran Move on dari Amanda. Dan kejadian semalem hanya
salah paham. Dani yang salah, harusnya semalem ia bisa lepas dari pelukan
Amanda dan tetap bersama Lia apapun yang terjadi. Dani sekarang sadar siapa
yang tulus mencintainya. Dan sayangnya saat ia menyadari semua itu, keadaan
telah berubah. Dani melipat kembali surat itu dan menggenggamnya erat. Dani
termenung di teras rumah Lia untuk sesaat, setetes air jatuh dari sudut kelopak
matanya. Sekarang Dani tak dapat lagi menyentuh Lia, semua tentang Lia adalah
hembus kenangan yang tak mampu ia hirup lagi. Sesak yang tak mampu ia tahan,
dan akhirnya ia tersakiti dengan harapannya sendiri. Lagi.