Selasa, 20 Oktober 2015

Yang Menghilang Dibalik Keramaian - Edisi taman bungkul



LPM Fanatik Tour Surabaya :  Taman Bungkul 

Yang Menghilang Dibalik keramaian

Taman Bungkul. Mungkin bagi kita yang belum tahu taman bungkul pasti akan terkejut bila mendengar taman yang menjadi taman kebanggan warga surabaya ini berdampingan dengan makam seorang tokoh, beliau adalah Ki Ageng Supo yang kemudian mendapat gelar Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul yang makamnya terdapat di belakang taman ini dan sekaligus menjadi tempat bagi para peziarah.
Suasana malam di taman ini cukup padat, ramai akan pengunjung dengan berbagai kegiatan yang mereka lakukan. Terutama pada saat malam minggu tiba, anda akan kesulitan berjalan dengan santai di tempat ini karena pengunjung yang berjubel. Sederet kendaraan roda dua baik sepeda motor maupun sepeda biasa terparkir rapi hampir sepanjang pinggiran taman bungkul ini.
Dan, diantara padatnya pengunjung itu saya penasaran apakah disini banyak anak anak terlantar yang berkeliaran di taman yang pernah meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013 ini. Menurut beberapa penuturan teman yang dahulu pernah berkunjung ke taman ini, anak anak terlantar atau anak anak jalanan masih sering berkeliaran dan meminta minta atau mengamen dan melakukan aktifitas lain di taman ini. Masihkah mereka kini? Bagaimana dengan nasib mereka sekarang?
Diantara dua narasumber yang saya temui dan saya sempat sharing mengenai anak anak itu, saya mendapatkan informasi yang cukup memuaskan rasa penasaran saya. Sejak diresmikan pada 21 Maret 2007, Perkembangan Taman Bungkul semakin pesat. Salah satunya disebabkan sarana-sarana penunjang, seperti skateboard track dan BMX track, jogging track, plaza (panggung untuk live performance berbagai jenis entertainment), zona akses Wi-Fi gratis, telepon umum, area green park dengan kolam air mancur, taman bermain anak-anak hingga pujasera. Dengan lengkapnya fasilitas fasilitas yang ada, tentu menarik perhatian pengunjung untuk berkunjung ke taman ini. Hal ini membuat Anak anak jalanan berpindah dan berlomba lomba mencari rezeki di tempat ini.
Menurut penuturan seorang pedagang yakni ibu Suyatmi (62) “Mbiyen niku tasik katah nduk bocah bocah cilik niku, enten sing dodolan dolanan, enten sing namung nyuwun nyuwun artha dateng pengunjung. Tapi sakniki sampun mboten enten maneh  nduk, mpun dangu mboten ketingal maneh. Sakniki sing ketingal nggih mung mudha mudhi sak podo sampeyan niku nduk” (dulu masih banyak anak anak kecil itu, ada yang berjualan mainan, ada yang hanya meminta minta kepada pengunjung. Tapi sekarang sudah tidak ada  lagi, sudah lama tidak terlihat lagi. Sekarang yang ada hanya muda mudi seperti kamu).
Dari salah seorang  narasumber tersebut saya dapat sedikit menganalisa kenapa Anak anak jalanan dan anak anak terlantar itu mulai meninggalkan taman ini. Dengan bermacam perbaikan yang dilakukan di taman ini bukan tidak mungkin bila anak anak itu di tertibkan oleh petugas keamanan daerah setempat. Memang sejak di resmikan pada tahun 2007 , taman ini mengalami beberapa perbaikan yang cukup signifikan. Mungkin kalau kita mengunjungi Taman Bungkul 10 tahun yang lalu mainan yang ada di sana. Dengan dua ayunan yang berderit ketika digunakan, perosotan yang keropos, pipa-pipa permainan yang selalu meninggalkan bekas kuning di tangan saat dipegang, dan segala permainan lainnya yang membatasi pengunjung taman. Kecuali mereka yang pengin pacaran atau orangtua yang menemani anaknya bermain.
Namun wajah suram itu berubah pada 21 Maret 2007, saat Pemerintah Kota Surabaya meresmikan wajah baru Taman Bungkul. Tidak ada lagi lantai berupa pasir dan tanah, mainan yang mengeluarkan bunyi-bunyian aneh, atau memberikan warna kuning saat dipegang. Taman Bungkul yang dibangun ulang dengan konsep sport, Education, dan Entertainment menghilangkan batasan pengunjung taman. Revitalisasi Taman Bungkul itu juga termasuk penambahan jalur khusus bagi penyandang cacat agar mereka dapat turut menikmati fasilitas dan hiburan di taman.
Dan setelah melakukan analisis analisis singkat, bersumber dari pencarian di internet dan pengamatan yang saya lakukan di lapangan. Saya masih penasaran, kemana perginya anak anak itu kini. Kali ini saya mewawancarai seorang Ibu pedagang mainan bernama ibu Nunik (35) tentang Anak anak jalanan itu.
“Mereka memang sudah tidak terlihat lagi, mungkin sudah jenuh. Karena sudah lama bertahan disini dan tidak ada perhatian dari pemerintah. Baru sejak 3 tahun lalu sebuah komunitas merawat mereka. Komunitas Skateboard. Mereka diasuh, di beri bimbingan, di sekolahkan  dan mendapat cukup sumbangan yang membuat Anak anak itu enggan kembali lagi ke taman ini”
Setelah mendapat informasi dari ibu Nunik, seolah rasa penasaran saya terjawab sudah. Setidaknya sekarang saya tau kemana pastinya Anak Anak itu pergi. Dan kini Saya tergugah untuk mengetahui lebih dalam mengenai komunitas Skateboard, bagaimana mereka bisa memiliki gagasan mulia untuk mengasuh Anak Anak terlantar itu. sayangnya, saya belum punya banyak waktu di surabaya untuk menganalisis keadaan sosial di tempat tempat yang cukup menarik dan menambah wawasan saya. Semoga kelak saya bisa kembali dan menjadi bagian dari salah satu pengasuh Anak Anak terlantar itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar