LPM Fanatik Tour
Surabaya : Taman Bungkul
Yang Menghilang Dibalik keramaian
Taman Bungkul. Mungkin bagi kita
yang belum tahu taman bungkul pasti akan terkejut bila mendengar taman yang
menjadi taman kebanggan warga surabaya ini berdampingan dengan makam seorang
tokoh, beliau adalah Ki Ageng Supo yang kemudian mendapat gelar Sunan Bungkul
atau Mbah Bungkul yang makamnya terdapat di belakang taman ini dan sekaligus
menjadi tempat bagi para peziarah.
Suasana malam di taman ini cukup
padat, ramai akan pengunjung dengan berbagai kegiatan yang mereka lakukan.
Terutama pada saat malam minggu tiba, anda akan kesulitan berjalan dengan
santai di tempat ini karena pengunjung yang berjubel. Sederet kendaraan roda
dua baik sepeda motor maupun sepeda biasa terparkir rapi hampir sepanjang
pinggiran taman bungkul ini.
Dan, diantara padatnya pengunjung
itu saya penasaran apakah disini banyak anak anak terlantar yang berkeliaran di
taman yang pernah meraih penghargaan The 2013 Asian Townscape Award dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013 ini.
Menurut beberapa penuturan teman yang dahulu pernah berkunjung ke taman ini,
anak anak terlantar atau anak anak jalanan masih sering berkeliaran dan meminta
minta atau mengamen dan melakukan aktifitas lain di taman ini. Masihkah mereka
kini? Bagaimana dengan nasib mereka sekarang?
Diantara dua narasumber yang saya
temui dan saya sempat sharing mengenai anak anak itu, saya mendapatkan
informasi yang cukup memuaskan rasa penasaran saya. Sejak diresmikan pada 21
Maret 2007, Perkembangan Taman Bungkul semakin pesat. Salah satunya disebabkan
sarana-sarana penunjang, seperti skateboard track dan BMX track, jogging track,
plaza (panggung untuk live performance berbagai jenis entertainment), zona
akses Wi-Fi gratis, telepon umum, area green park dengan kolam air mancur,
taman bermain anak-anak hingga pujasera. Dengan lengkapnya fasilitas fasilitas
yang ada, tentu menarik perhatian pengunjung untuk berkunjung ke taman ini. Hal
ini membuat Anak anak jalanan berpindah dan berlomba lomba mencari rezeki di
tempat ini.
Menurut penuturan seorang pedagang
yakni ibu Suyatmi (62) “Mbiyen niku tasik
katah nduk bocah bocah cilik niku, enten sing dodolan dolanan, enten sing
namung nyuwun nyuwun artha dateng pengunjung. Tapi sakniki sampun mboten enten
maneh nduk, mpun dangu mboten ketingal
maneh. Sakniki sing ketingal nggih mung mudha mudhi sak podo sampeyan niku nduk”
(dulu masih banyak anak anak kecil itu, ada yang berjualan mainan, ada yang hanya
meminta minta kepada pengunjung. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi, sudah lama tidak terlihat lagi.
Sekarang yang ada hanya muda mudi seperti kamu).
Dari salah seorang narasumber tersebut saya dapat sedikit
menganalisa kenapa Anak anak jalanan dan anak anak terlantar itu mulai
meninggalkan taman ini. Dengan bermacam perbaikan yang dilakukan di taman ini
bukan tidak mungkin bila anak anak itu di tertibkan oleh petugas keamanan
daerah setempat. Memang sejak di resmikan pada tahun 2007 , taman ini mengalami
beberapa perbaikan yang cukup signifikan. Mungkin kalau kita mengunjungi Taman
Bungkul 10 tahun yang lalu mainan yang ada di sana. Dengan dua ayunan yang
berderit ketika digunakan, perosotan yang keropos, pipa-pipa permainan yang
selalu meninggalkan bekas kuning di tangan saat dipegang, dan segala permainan
lainnya yang membatasi pengunjung taman. Kecuali mereka yang pengin pacaran
atau orangtua yang menemani anaknya bermain.
Namun wajah suram itu berubah pada
21 Maret 2007, saat Pemerintah Kota Surabaya meresmikan wajah baru Taman
Bungkul. Tidak ada lagi lantai berupa pasir dan tanah, mainan yang mengeluarkan
bunyi-bunyian aneh, atau memberikan warna kuning saat dipegang. Taman Bungkul
yang dibangun ulang dengan konsep sport, Education, dan Entertainment
menghilangkan batasan pengunjung taman. Revitalisasi Taman Bungkul itu juga
termasuk penambahan jalur khusus bagi penyandang cacat agar mereka dapat turut
menikmati fasilitas dan hiburan di taman.
Dan setelah melakukan analisis
analisis singkat, bersumber dari pencarian di internet dan pengamatan yang saya
lakukan di lapangan. Saya masih penasaran, kemana perginya anak anak itu kini.
Kali ini saya mewawancarai seorang Ibu pedagang mainan bernama ibu Nunik (35)
tentang Anak anak jalanan itu.
“Mereka memang sudah tidak
terlihat lagi, mungkin sudah jenuh. Karena sudah lama bertahan disini dan tidak
ada perhatian dari pemerintah. Baru sejak 3 tahun lalu sebuah komunitas merawat
mereka. Komunitas Skateboard. Mereka
diasuh, di beri bimbingan, di sekolahkan
dan mendapat cukup sumbangan yang membuat Anak anak itu enggan kembali
lagi ke taman ini”
Setelah mendapat informasi dari
ibu Nunik, seolah rasa penasaran saya terjawab sudah. Setidaknya sekarang saya
tau kemana pastinya Anak Anak itu pergi. Dan kini Saya tergugah untuk
mengetahui lebih dalam mengenai komunitas Skateboard,
bagaimana mereka bisa memiliki gagasan mulia untuk mengasuh Anak Anak terlantar
itu. sayangnya, saya belum punya banyak waktu di surabaya untuk menganalisis
keadaan sosial di tempat tempat yang cukup menarik dan menambah wawasan saya.
Semoga kelak saya bisa kembali dan menjadi bagian dari salah satu pengasuh Anak
Anak terlantar itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar